, ,

HAMIL

Jumat, 04 Maret 2011 Leave a Comment

HAMIL

Diadaptasi dari naskah karya: Puthut Buchori

Ditulis ulang oleh: Alfan

Adegan I

Setting, sebuah ruang keluarga. Meja kursi dan perabot lainnya menunjukkan bahwa pemiliknya adalah orang berada. Lampu fade in. Seorang BAPAK duduk di kursi sambil membaca Koran. Tiba-tiba keluar Sisi dari dalam kamar sambil berusaha menahan muntah. Begitu ibunya keluar, Sisi langsung berlari ke kamar mandi, muntah-muntah. Lalu keluar dokter dari dalam kamar Sisi menemui BAPAK.

Bapak : silahkan diminum dulu, Dok. Bagaimana Dok keadaan anak saya? Sakit apa dia?

Dokter : (dehem) Ehm.. Begini Pak, sebenarnya puteri bapak sehat-sehat saja.

Bapak : sehat bagaimana? dari kemarin muntah-muntah terus kok.

Dokter : Oh, Itu wajar Pak. Biasa. Karena dalam triwulan pertama akan terasa mual-mual.

Bapak : Triwulan? Maksud dokter?

Dokter : Begini Pak. Dalam bulan-bulan pertama ini, dia akan sering merasa mual. Jadi bapak tidak perlu khawatir kalau bulan-bulan ini dia sering muntah-muntah. Nanti bulan-bulan berikutnya, ya sekitar bulan kelima atau keenam, rasa mualnya akan hilang kok.

Bapak : Hah… (diam sejenak, mikir) Bulan apa Dok?

Dokter : Bulan-bulan pertama kehamilan.

Bapak : Kehamilan? Maksud Dokter hamil? Ada bayi dalam perutnya?

Dokter : Betul Pak.

Bapak : Innalillahi wa innailaihi roji’uun..

DOokter : kok inalillahi? Kan sebentar lagi jadi kakek. Oh iya Pak, sepertinya kandungan puteri bapak lemah, jadi harus banyak istirahat. Jangan sampai kelelahan, apalagi banyak pikiran. Nanti bisa keguguran. Ini Pak.. Ini saya beri vitamin.

Bapak : (menerima obat, masih terbengong-bengong)

Dokter : Kalau begitu saya pamit dulu, Pak.

Bapak : (seakan tersadar) oh iya, iya. Terima kasih, Dok. Nanti saya transfer seperti biasanya.

(dokter keluar ruangan. Saat BAPAK akan duduk, Sisi keluar dari kamar mandi dan langsung menuju kamar. Namun sebelum masuk kamar sudah dipanggil BAPAK.)

Bapak : SISI! Sini kamu!

Ibu : (keluar dari kamar mandi) Ada apa Pi? Kok teriak-teriak.

Bapak : jangan ikut campur. Sisi, duduk sini.

(SISI duduk)

Bapak : Jawab dengan jujur! Dengan siapa hah?

Ibu : Lho, ada apa ini?

Bapak : sudah diam. He! Jawab! Dengan siapa?

Ibu : Pi!

Bapak : JAWAB! kamu Hamil dengan siapa?

Ibu : Pi! Jangan sembarangan!

Bapak : Ini, lihat ini. Obat apa yang diberi dokter tadi.

ibu : obat? Wajar kan kalau orang sakit diberi obat

bapak : itu obat untuk kandungan

ibu : kandungan? kamu hamil nak?

Bapak : jawab, pertanyaan ku. Hamil dengan siapa kamu? Bagaimana bisa?

Ibu : sudahLAH pi. Kita bicarakan ini besok saja. Biarkan dia istirahat. Sudah nak. Kamu tidur istirahat saja dulu.

Bapak : Kamu juga mi, tidak bisa mendidik anak, anak salah masih dibela. Kamu kan lebih banyak di rumah, lebih banyak bersama anak ini, kok ya bisa-bisanya sampai kecolongan!

Ibu : Lho ! kok jadi BAPAK juga menyalahkan ibu ?

Bapak : Lha Kamu kan ibunya, tugasmulah mendidik anak !

Ibu : Siapa bilang ? BAPAK juga punya kewajiban mendidik dia.

Bapak : Aku sibuk bekerja !

Ibu : Aku juga sibuk…

Bapak : Sibuk apa? Arisan, piknik, sibuk kesana kemari dengan kelompok arisanmu itu. Atau jangan-jangan arisan cuma alasan.

Ibu : maksud papi?

Bapak : arisan cuma alasan agar kamu bisa keluar dengan pacar lamamu kan?

Ibu : jangan sembarangan ya. Aku arisan ya arisan. Papi sendiri? Setiap hari pulang malam. Kencan dengan sekretarismu itu kan?

Bapak : jangan sembarangan menuduh orang. Dia perempuan baik-baik.

Ibu : terus kemana saja kalau pulang malam?

Bapak : aku meeting

Ibu : meeting dengan sekretarismu itu kan?

Bapak : sudahlah. Lihat anak mu ini, hamil! Harusnya kamu yang sering di rumah bisa mengaawasi anak.

Ibu : Alaaah.. BAPAK bisanya menyalahkan, menghindar dari tanggung jawab moral. Sekarang kalau sudah begini bagaimana, hah?

Bapak : Bagaimana apanya?

sisi : DIAM! (lalu lari ke dalam kamar)

Bapak : sisi!

Ibu : lihat. Itu Gara-gara papi. bisanya Cuma marah-marah. Ini salah, itu salah.

Bapak : lho kok aku. Kamu itu yang terlalu memanjakannya.

(sisi keluar kamar)

Sisi : selesaikan dulu masalah kalian. Baru selesaikan masalahku. (keluar)

Ibu : sisi!

Bapak : lihat itu hasil didikanmu. Anak jadi kurang ajar.

Ibu : jangan maunya sendiri. Papi juga punya tanggung jawab. Cepat kejar dia.

Bapak : lho kamu kan ibunya, kamu yang kejar.

Ibu ; kamu kan bapaknya.

Bapak : perempuan dulu.

Ibu : laki-laki dulu.

Bapak :perempuan.

Ibu : laki-laki.

Bapak : perempuan.

Ibu : sudahlah ayo, keburu jauh. (sambil menarik lengan bapak)

(Lampu fade out, sambil diiringi musik.)

Adegan II

Sebuah taman. Dua orang pelacur duduk-duduk sambil ngrumpi. Lampu fade in.

Mince : Mbak, akhir-akhir ini orderan kok sepi ya? Harga kebutuhan naik, tapi pendapatan gak naik-naik. Kayak peribahasa lebih besar anu dari pada anu.

Ratna : halah, ngomong mu, sok yes. Namanya kehidupan itu seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah. Ada kalanya rejeki lancar, ada kalanya rejeki seret. Lha kamu kok seenaknya sendiri, mau lancar terus.

Mince : Ya tapi, waktu rejeki seret kayak gini, harga kebutuhan kayak beras, minyak, bedak, lipstik, harusnya direm juga donk. Biar imbang.

Ratna : Karepe dhewe. Jadi orang itu harus belajar nriman, jangan semau-maunya sendiri.

Mince : Nrimo ya nrimo, tapi… eh mbak, gimana kalo aku nyari kerja sampingan?

Ratna : kerja sampingan opo? Jualan kondom?

Mince : wah, ide bagus itu. Nanti kalau ada langgananku atau langganan sampeyan lupa gak bawa kondom, beli ke aku saja. Beli lima gratis cium, gimana?

Ratna : kok gak sekalian mlm saja.

Mince : wah, itu juga bisa. Nanti kondomnya kujual dengan sistem mlm. Sampean maukan jadi downline ku?

Ratna : Emoh!

Mince : mau ya? Temen-temen sampean kan banyak. Mereka pasti juga gak selalu siap kondom. Mereka nanti sampean jadikan downline, pasti keuntungannya banyak. Kalau nanti sudah kaya, kita gak perlu menjual diri lagi. Cukup ongkang-ongkang, uang datang sendiri.

Ratna : emboh.

(lalu datang seorang preman,setengah mabuk)

Preman : halo, cewek. Lagi ngomongin apa? Kedengarannya berbau uang.

Ratna : ini lagi, mau apa ke sini?

Preman : lho, kenapa? Suka-suka donk. Ini kan tempat umum. Eh, minta duit donk.

Mince : datang-datang minta duit. Klo gaK minta duit, minta jatah, gak bayar lagi.

Preman : lha mau bagaimana? Kalian kan tau sendiri keadaan ekonomiku.

Ratna : kalau begitu berhenti minum, cari pekerjaan sana.

Preman : wah ya gak bisa begitu donk. Ini juga kebutuhan hidup, ya seperti kalian yang butuh bedak dan lipstik setiap hari.

Ratna : ya beda, bedak sama lipstik itu modal buat cari duit. Kalau itu?

Preman : lho sama. Lha kalau ga ada ini, aku juga susah cari duit.

Ratna : Susah bagaimana?

Preman : kalau gak ada ini, terus ada orang lewat. “ he, minta uang!” mereka malah ketawa, gak takut. Tapi kalau ada ini “hei minta uang” pasti mereka mikir kalau aku preman, langsung diberi daripada kena bogem.

Ratna : ngawur. Kalo orangnya lari dulu, bagaimana kamu mengejarnya? Kayak gini? (sambil menirukan gaya orang lari sambil mabok)

Mince : sudahlah mbakyu, orang usaha kok dilarang. Udah mas, sampean ikut kerja sama aku aja. Dijamin oke. Dan sampean bisa terus mabok.

Preman : kerja apa?

Mince : jualan kondom.

Preman : Apa? Kondom? Emoh!

Mince :Eits, jangan salah dulu. Sistemnya nanti pake MLM, sampean nanti jadi downline ku. Terus nanti manfaatkan kemampuan sampean buat cari downline.

Preman : kemampuan apa?

Mince : seperti ini. Kalau ada orang lewat jangan minta duit, tapi “Hei! Beli kondom gak? Kamu jadi downline. Harus mau. Kalau gak mau awas!” Gimana?

Preman : wah ide bagus itu.

Ratna : ya ini. Contoh orang kere mimpi jadi kaya.

Mince : kalau sampean gak mau gak usah sinis donk. Namanya juga usaha.

Preman : terus, Kapan bisa mulai?

Mince : ya sabar donk, kalau aku sudah punya modal buat beli kondom nanti sampean pasti kukabari.

Ratna : hahaha. Iya, itu kira-kira sepuluh eh dua puluh tahun lagi.

(LALU masuklah Sisi)

Preman : halo cantik. Minta uang dong.

Sisi : siapa kamu?

Preman : eits. Cantik-cantik kok galak.

Ratna : sudah dik, gak usah diladeni.

Preman : ayolah, minta uang.

Sisi : ih, sapa sih kamu?

Preman : lho gak tau ya? Kenalkan. Nicholas Supriman. Tapi orang-orang manggil aku PREMAN.

Preman : (kepada pelacur) apa ketawa?

Sisi : oh jadi sampean preman? Coba berdiri (lalu membandingkan tinggi badannya dengan preman) kok tinggi aku?

(pelacur ketawa cekikikan)

Preman : he diam kalian.

Ratna : makanya, makan yang banyak biar gak kuntet!

Preman : awas ya!

Mince : eh mas, coba bisnis yang tadi. Siapa tahu mau. Nanti aku cari utangan kalau dia mau. (Ratna makin keras tertawa)

Preman : ya udah, begini saja. Aku punya dagangan, eh, maksudku produk. Mau?

Sisi : apa itu?

Preman : kondom.

Sisi : buat apa mas. Sudah terlambat. Sudah jadi kok baru ditawari kondom. Itu masih ada gak?(sambil menunjuk botol minuman preman)

Preman : wah kalau ini gak dijual. Modal ini.

Sisi : sudah buat aku saja. (merogoh saku nya. Mengeluarkan uang lima puluhan) ini, beli lagi.

Preman : wuih, ini gambar I Gusti Ngurah Rai,,,.

(sisi langsung meneguk isi minuman sampe habis)

Preman : edan. (melihat uang) wah rejeki nomplok. Cari modal lagi ah..

Mince : eh aku utang, buat modal.

Preman : Gak usah!

Minta : Minta!

Preman : Gak Usah!

Mince : Udah, kita bagi dua aja,gimana?

Preman : Yawda ayo berangkat…. (Preman dan mince keluar panggung)

(Ratna menghampiri sisi.)

Ratna : kenalkan, aku Ratna.

Sisi : Sisi.

Ratna : malam-malam begini kamu gak pulang?

Sisi : (menggelengkan kepala)

Ratna : kok gak pulang?

Sisi : orang tuaku masih sibuk sendiri.

Ratna : iya tapi Besok nggak sekolah?

Sisi : sekolah mana yang mau menereima murid hamil?

Ratna : oh jadi kamu hamil?

Sisi : (mengangguk.)

Ratna : orang tuamu?

Sisi : sibuk

Ratna : pacar?

Sisi : biasalah cowok, habis manis sepah dibuang.

Ratna : sudahlah, gpp. Dulu aku juga begitu waktu SMA. Tapi aku bisa bertahan. Buat apa ditangisi. Yang sudah terjadi biarlah terjadi.

Sisi : jadi, mbak dulu juga “kecelakaan”?

Ratna : (mengangguk)

Sisi : terus, kandunganmu?

Ratna : yah, mau bagaimana lagi. Karena aku takut nanti anakku hidup sengsara akhirnya kubuang.

Sisi : maksudnya?

Ratna : ya, kamu tau sendiri apa itu istilahnya.

Sisi : sakit?

Ratna : masih lebih sakit hatiku.

Sisi : tapi mbak gpp kan?.

Ratna : untungnya aku gpp. Kandunganku juga kuat.

Sisi : setelah itu?

Ratna : yah, karena aku tak punya keahlian, dan perutku butuh makan, apalagi yang bisa kulakukan selain menjual diri.

Sisi : kenapa tidak pulang?

Ratna : pulang kemana? Keluargaku terlalu malu punya anak seperti aku. Masih baNYAK saudaraku yang lebih bisa diatur.

Sisi : kukira Cuma aku yang seperti ini.

Ratna : Sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu. Kalau kamu mau, kamu bisa seperti aku.

Sisi : menjual diri?

Ratna : bukan, tapi membuang itu. Jangan menjual diri kalau tidak terpaksa dan tak ada tempat pulang.(terdiam) Jadi bagaimana?

Sisi : dimana?

Ratna : di sini saja.

Sisi : di sini?

Ratna : iya, masak ke rumah sakit. Ini, kuberi kamu pil aborsi. Dijamin dalam waktu 24 jam akan hilang janin dalam perutmu. Kamu bawa uang?

Sisi : Cuma ini.

Ratna : Sudah, gpp.

Sisi : Mbak yakin?

Ratna : mau ga?

Sisi : iya. Tapi…

Ratna : sudah, cepat minum Anak-anak yang lain juga larinya ke aku kalau sudah terlanjur jadi.

Sisi : (minum obat) terus?

Ratna : kita tunggu dulu reaksinya. Tenang saja.

(preman dan Mince masuk membawa beberapa botol minuman.)

Ratna : Wah belanja apa aja?

Mince : Banyak mbak. Ni, ada kondom rasa nanas, kondom motif batik rasa gudeg, dll.

PREMAN : Lho, kenapa anak ini? Kok kejang-kejang?

Ratna : Lho kok bisa?

PREman : Tadi dia minta minumku lagi.

Ratna : Goblok! Dia habis minum obat aborsi.

Preman : kenapa gak bilang?

Ratna : kamu sendiri asal kasih minum aja.

Mince : Sudah, bagaimana ini

Preman : wah, gawat kamu! Nyawa orang buat mainan. Kalau begini aku gak ikut-ikut.

Ratna : hei, kamu kan juga mau uangnya. Ayo bawa ke rumah sakit, sebelum terlambat.

Preman : diutnya sapa? nanti kita berurusan sama Polisi.

Ratna : masak mau ditinggal?

Mince : bawa ke bidan sana saja.

Ratna : ayo kalau begitu. Man, bantu angkat.

Semua keluar. Lampu fade out.

Epilog

Setting rumah. Telepon bordering.

Ibu : halo. Ya benar. Ya, saya ibunya. Apa? Pi, papi…

Ayah : Apa ?

Ibu : Sisi, pi…

Ayah : (menerima telepon) Halo. Ya saya. Apa?

Lampu mati.

JTamatL

Tentang penulis:

Nama lengkap: Alfanul Ulum Faisal Sahid

Alamat: Jl. Joyo Mulyo 343, Malang

email: auf_sahid@yahoo.co.id

0 komentar »

Leave your response!