, ,

NYONYA-NYONYA

Jumat, 04 Maret 2011 Leave a Comment

Karya Wisran hadi

Dipentaskan pertama kali oleh Akademi Seni Kebangsaan Kemantrian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia pada Maret 2004 di Auditorium Tuanku Abdul Rahman, Pusat Pelancongan Malaysia, Kuala Lumpur

Dipentaskan kedua kalinya oleh Akademi Seni Kebangsaan Kemantrian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta pada 2 dan 3 maret 2004 di teater Kecil Taman Ismail Marzuki

Naskah ini dipersembahkan kepada Istri tercinta, Putri Reno Raudha Thaib

DRAMATIC PERSONAE

TUAN Pedagang Barang Antik

NYONYA Istri Kedua Datuk

PONAKAN A Kemenakan Suami Nyonya

PONAKAN B Kemenakan Suami Nyonya

PONAKAN C Kemenakan Suami Nyonya

ISTRI Istri Tuan

DI TERAS

TUAN

Drastis! Perubahan cuaca memang sulit dipastikan, walau pun televisi setiap malam mengumumkan ramalannya. Sulitnya di sini, mereka meramal tanpa memperhitungkan kondisi-kondisi lain. Akibatnya, yang jadi korban selalu saja orang-orang seperti saya. Berdiri berjam-jam sejak senja, taksi tak ada yang lewat, dan malam tiba-tiba saja turun!

Mestinya pedagang barang antic seperti saya harus dilindungi dari bencana alam yang datang mendadak. Bukan hanya karena langkanya pedagang barang antic, tapi karena barang antik itu sendiri yang sudah langka sekarang.

Tetapi, ah! Orang-orang itu! jangankan untuk melindungi saya, mereka datang ke sini maunya hanya duduk, berderet-deret dalam gelap lagi – berbisik menggunjungkan saya dan menunggu-nunggu tindakan apa lagi yang akan saya lakukan.

NYONYA (Mematikan Tape Recorder dan datang dengan berang menemui Tuan)

Bagus sekali, Tuan! Bagus. Tenu Tuan sudah menyusun alas an pula untuk dapat berdiri di teras rumahku ini. Hari telah malam, taksi tidak ada yang lewat, ramalan TV meleset dan sebagainya, dan sebagainya! Apa kata orang-orang itu nanti, kalau mereka melihat Tuan terus berdiri di sini. Kalau disangka Tuan sedang bermain drama ya…. Mungkin tidak apa-apa. Tapi, kalau mereka menyangka Tuan sedang mengintai saya yang sedang berdandan di kamar kan susah. Ekor persoalannya, Tuan. Ekornya.

TUAN

Maaf, Nyonya. Kalau ada taksi, saya akan segera angkat kaki.

NYONYA

Kemarin Tuan berdiri di pekarangan rumahku sendirian. Dengan berbagai alas an, Tuan telah memaksaku menjual satu meter persegi untuk tempat Tuan berdiri, dengan janji akan menjaga keperluan-keperluan dan hakku terhadap teras dan rumahku.

TUAN

Nyonya boleh marah, tapi dalam keadaan seperti sekarang tidak baik. Bagaimana pun marahnya Nyonya, mengingat kondisi-kondisi tertentu kemarahan itu harus ditunda dulu. Bila keadaan sudah normal, barulah Nyonya boleh menyesuaikan marah Nyonya dengan keadaan itu.

NYONYA

Tuan mengira teras rumahku ini halte bus!? Tak useh ye! Ayo pergi! jangan berdiri di situ! Pergi! namaku tidak boleh cacat di mata umum. Berapa kali harus kukatakan pada Tuan! Namaku, namaku! Apa semua pedagang barang antic selalu tuli!?

TUAN

Tenggang rasa sedikit, Nyonya. Saya hanya sebentar saja.

NYONYA

Yang sebentar itu yang berbahaya, Tuan! Aduh… ah, Tuan ini. Ekornya, Tuan. Bagi orang lain, ekor apa pun pasti enak. Mereka mengira aku… dan Tuan…. Ah, pergilah! Pergilah, Tuan. Apa Tuan tidak paham dengan ekor persoalan ini?

TUAN

Pergi? kembali berdiri di pekarangan itu? uh, apa Nyonya kira saya ini satpam! Sejak kapan Nyonya menggaji saya menjadi petugas keamanan rumah macam begini!

Memang satu meter persegi dari pekarangan Nyonya telah kubeli untuk aku dapat berdiri agar Nyonya tidak seenaknya mengusirku, tapi kan tidak selamanya orang harus konsekuen berdiri di atas miliknya sendiri, ya kan?

NYONYA

Nama baikku, Tuan. Nama baikku nanti rusak.

TUAN

Nyonya jangan berprasangka yang bukan-bukan. Dan lagi, apa hubungan nama baik Nyonya dengan saya. Kalau sekiranya…. Ini sekiranya, Nyonya, saya berada di dalam rumah Nyonya, pantas Nyonya curiga

NYONYA

Di dalam rumahku? Ondeh Tuan, oi! Sedangkan di teras ini saja aku sudah keberatan. Jangan Tuan kira, Tuan dapat dengan leluasa berada di sini setelah berhasil membeli sekeping tanah pekaranganku.

TUAN

Nyonya di dalam rumah mendapatkan kehangatan, sedangkan saya di luar mendapat kedinginan. Apa salahnya Nyonya membagi-bagikan kehangatan Nyonya itu sedikit dengan mengizinkan saya berdiri di teras ini. Nyonya akan dituduh orang kejam, bila Nyonya mengusir seorang yang sedang kedinginan.

NYONYA

Kejam atau tidak, yang penting aku harus menjaga nama baikku. Coba Tuan piker. Ibuku sedang ada di rumah sakit. Bila seorang istri sendirian lalu didatangi lelaki, Tuan tentu tahu ekornya, bukan?

TUAN

Saya juga pernah sendirian di rumah, Nyonya. Ya, dalam keadaan seperti ini pula. Lalu datang seorang wanita cantik. Tapi, tidak terjadi apa-apa.

NYONYA

Tidak mungkin. Tuan sok alim!

TUAN

Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA

Perlu Tuan ketahui, aku memang bukan turunan bangsawan, tapi jelas bukan wanita murahan. Jika Tuan tetap berdiri di sini, aku akan berteriak sekeras-kerasnya sampai orang-orang itu datang dan menuduh Tuan memerkosaku. Tuan akan dipukul babak belur!

TUAN

Kalau saya seperti lelaki lain, pasti Nyonya sudah saya perkosa! Nyonya mengatakan, ibu Nyonya tidak ada di rumah. Nyonya mengatakan dengan penuh nafsu pula, suami Nyonya dirawat di rumah sakit. Keterangan Nyonya itu saja sudah merupakan undangan bagi setiap ellaki memerkosa Nyonya. Tapi saya tidak, Nyonya. Saya pedagang. Saya harus memikirkan untung rugi terhadap sesuatu yang akan dilakukan.

NYONYA

Apa untungnya Tuan berdiri di sini?

TUAN

Tidak ada.

NYONYA

Ruginya?

TUAN

Waktu saya terbuang beberapa lama.

NYONYA

Kalau Tuan merasa rugi, kenapa amsih juga berdiri di sini.

TUAN

Inilah yang disebut intuisi seorang pedagang barang antic! Tidak percaya? Tanya istri saya. Rugi harus dipikul lebih dulu sebelum memperoleh keuntungan. Dan, barang antic Nyonya memang harus dinantikan dengan sabar.

NYONYA

Justru yang rugi malahan aku. Tuan rugikan aku dengan Tuan di teras rumahku. Nama baikku bisa rusak.

TUAN

Jadi, Nyonya merasa nama baiknya dirugikan?

NYONYA

Iya! Iya! Ondeh Tuan, oi! Berapa kali harus kuulang!

TUAN

Astaga! Merugikan orang lain, suatu pekerjaan yang paling tercela! Saya belum pernah merugikan orang lain, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA

Makanya, Tuan harus pergi.

TUAN

Sabar sedikit Nyonya. Taksinya! Taksinya belum ada yang lewat.

NYONYA

Tuan benar-benar pedagang yang tidak mau mengerti dengan kerugian orang lain! Badak!

TUAN

Berapa kerugian yang Nyonya deritakan selama saya berdiri di teras rumah Nyonya ini?

NYONYA

O, Tuan menilai kerugianku dengan uang! Uh, tak useh ye! Apa Tuan kira semua perempuan dapat dibeli dengan uang! Ah, ekornya pasti tidak enak kalau begini.

TUAN

Lalu dengan apa kerugian Nyonya diganti!?

NYONYA

Kembali ke tempat Tuan berdiri semula. Itu sudah lebih dari segalanya.

TUAN

Hari sudah malam. Taksi belum ada yang lewat. Kalau saya berdiri di halaman, pasti orang akan mengatakan saya ini penjaga rumah Nyonya. Apalagi saya emngidap penyakit malaria

NYONYA

Pergi, Tuan! Pergi. ekornya tidak baik, Tuan. Nama baikku akan hancur berderai-derai.

TUAN

Tunggu sebentar, Nyonya. Saya memang akan pergi juga.

NYONYA

Harus sekarang!

TUAN

Ingat, Nyonya. Walau pun istri saya, bahkan ibu kandung saya sendiri, tidak berani mengusir saya seperti yang Nyonya lakukan! Tidak percaya? Tanya istri saya….

NYONYA

Tuan pedagang yang terhormat, aku tidak mau dirugikan! Tidak mau! Pergi!

TUAN

Nyonya mengatakan rugi, rugi, rugi, rugi! Nyonya rugi! Baik. Saya bayar! Berapa kerugian Nyonya! Tapi, Nyonya sendiri tidak mau dibayar dengan uang. Lalu apa harus saya bayar dengan nyawa, cinta atau celana?

NYONYA

Pergi! itu sudah pembayaran yang pantas!

TUAN

Malaria saya bagaimana, Nyonya!?

NYONYA

Bukan urusanku!

TUAN

Benar juga firasat saya. Di mana pun juga di atas dunia ini, rumah mewah selalu tidak ramah pada tamu!

NYONYA

Tuan jangan bicara macam-macam di sini. Rumahku yang mewah ini dibuat bukan untuk kepentingan ramah tamah, tapi untuk kesenanganku dengan suamiku! Ah, ekornya Tuan. Ekornya, kritik Tuan itu sangat menggelisahkan pemilik rumah mewah lainnya. Pergilah, Tuan! Pergi. aku benci dengan orang-orang yang suka mengkritik, apalagi hanya unuk melindungi kepentingannya sendiri.

TUAN

Malaria, Nyonya. Malaria saya!

NYONYA

Tuan! Rumahku ini bukan ruamh sakit. Bukan tablet untuk obat malaria!

TUAN

Jadi, Nyonya benar-benar mau mengusir saya?

NYONYA

Tidak main-main, Tuan! Apalagi kalau berhadapan dengan orang seperti Tuan!

TUAN

Saya juga serius seperti Nyonya! Apa Nyonya kira pedagang barang antic itu orangnya santai!?

NYONYA

Aku tidak mau melayani debat kusir! Pergi!

TUAN

Persoalannya bukan persoalan kusir, Nyonya. Ini persoalan taksi, malaria, hari yang semakinlarut, mau dituduh jadi satpam atau tidak, nama baik, persoalan ekor…ekor…

NYONYA

Pergi! pergi, Tuan! Apa perlu kutanggalkan semua pakaianku agar Tuan segera berlari memelukku! Oh, oh… salah! Berlari menghindari diri karena Tuan malu melihat seorang perempuan tidak berpakaian di depan Tuan!

TUAN

Setan! Rumah Nyonya baru seperti ini sudah berani mengusirku! Ini kan gedung pertunjukan, Nyonya!

NYONYA

Ha? Gedung pertunjukan? Ah, masa bodoh! Tapi kan cukup mahal, Tuan! Terasnya dari marmer! Tuan tahu harga tempat Tuan berdiri saat ini?

TUAN

Kan hanya empat buah marmer yang terpakai untuk saya berdiri!

NYONYA

Apa? Empat buah? Tanpa pondasi? Tanpa ada marmer lainnya, keempat marmer yang Tuan injak tidak berharga sama sekali

TUAN

Berapa harga seluruh marmer dan pondasinya?

NYONYA

Jadi, ongkos tukang, pemborong, pajak dan ongkos mendapatkan ijin bangunan tidak Tuan hitung? Apa Tuan tahu kenaikan harga semen sekarang?

TUAN

Baiklah. Pembangunan rumah Nyonya ini memang tidak saya ketahui secara persis biayanya. Nah, coba Nyonya jelaskan berapa harga marmer, pemasangan, pondasi, atapnya dan….

NYONYA

Khusus eras, lima ratus ribu!

TUAN

Lima ratus ribu? Bohong! Nyonya jangan terlalu banyak mengambil keuntungan untuk rumah Nyonya sendiri.

NYONYA

Jadi, menurut Tuan berapa?

TUAN

Paling-paling tiga ratus ribu. Itu pun sudah termasuk komisi dan pajak penjualan.

NYONYA

Apa? Tiga ratus ribu? Apa Tuan sudah gila?

TUAN

Tiga ratus lima puluh?

NYONYA

Lima ratus ribu!

TUAN

Empat ratus ribu!?

NYONYA

Lima ratus ribu. Tidak kurang satu sen pun!

TUAN

Empat ratus lima puluh ribu?

NYONYA

Lima ratus ribu! Li-Ma-Ra-Tus-Ri-Bu! Tuan bisa bayangkan uang sebanyak itu, bukan!

TUAN (Mengambil uang dari tasnya)

Baik. Lima ratus ribu!

NYONYA

Apa itu? uang? Apa Tuan kira aku mau menjual marmer terasku?

TUAN

Ingat, Nyonya. Kita telah tawar menawar. Saya telah memenuhi harga yang Nyonya tetapkan. Nyonya tidak dapat menolak begitu saja. ini. Terima.

NYONYA

Tidak bisa.

TUAN

Jadi, Nyonya membatalkan transaksi ini secara sepihak? Nyonya bisa dituntut di pengadilan. Nyonya tahu Undang-undang perdagangan, bukan?

NYONYA

Jadi, Tuan memperdagangkan undang-undang!?

TUAN

Jangan mengalihkan persoalan, Nyonya. Kalau Nyonya tidak mematuhi undang-undang perdagangan, saya akan pergi ke pengadilan sekarang juga! Nyonya akan saya tuntut telah berbuat seenaknya terhadap konsumen. Nama Nyonya akan jatuh. Nyonya akan dipenjarakan! Bahkan, nama suami Nyonya sendiri akan dilibatkan. Rumah ini akan disita. Apa Nyonya mau resiko begitu?

NYONYA

Aku dapat berlindung di bawah Lembaga BanTuan Hukum!

TUAN

Tentu saja. tapi sementara banuan datang, Nyonya telah dipenjarakan. Potret Nyonya akan terpampang di Koran-koran dalam boks kriminal!

NYONYA

Tuan jangan menakut-nakuti. Aku cukup berani dengan gertak sambal laki-laki.

TUAN

Kalau Nyonya tidak percaya, sekarang juga akan saya buktikan! Biar hari telah larut malam begini, biar malariaku kambuh lagi, tidak jadi soal bagi saya, Saya akan berlari-lari ke pengadilan! Baru Nyonya tahu rasa!

NYONYA

Tuan benar-benar akan mengadukan ke pengadilan?

TUAN

Tidak pandang bulu, Nyonya!

NYONYA

Ekornya, Tuan. Ekornya!

TUAN

Tidak pandang ekor, Nyonya!

NYONYA

Wah, gimana ini?

TUAN

Nyonya, bilang sekali lagi “Tidak bisa” saya kan segera melompat ke halaman dan lari secepat kilat menuju pengadilan! Ayo, Nyonya! Katakan. Katakan “Tidak bisa.

NYONYA (Gugup)

Tuan hanya membeli empat buah marmerku, bukan?

TUAN

Ya.

NYONYA

Dengan harga seluruh marmer yang ada?

TUAN

Bagi saya cukup punya Nyonya yang sedikit ini saja. saya bayar dengan harga tinggi karena saya tidak mau merugikan orang lain. Tapi, bila orang lain merugikan saya… ke pengadilan! Ke pengadilan, Nyonya!

NYONYA

Suamiku pasti marah.

TUAN

Terserah, Nyonya. Nyonya lebih suka memilih penjara daripada dimarahi suami?

NYONYA

Ibuku tentu akan memaki-makiku

TUAN

Terserah, Nyonya kata saya. Masuk penjara dan nama baik Nyonya hancur atau…? (Menyerahkan uang dengan paksa)

NYONYA (Menerima uang itu dengan gugup)

Ya Tuhan (mencium uang itu beberapa kali) Jadi, Tuan tidak akan mengatakannya pada siapa pun juga, bukan?

TUAN

Tidak ada urusan jual beli ini dengan siapa pun!

NYONYA (Menghitung uang itu penuh nafsu)

Jadi, Tuan akan tetap di sini sampai… sampai… hujan reda…

TUAN

Hujan? Ya… ya, hujan! Bila besok hujan lagi, saya akn tetap berdiri di sini. Nyonya tidak berhak mengusir saya

NYONYA (terus menghitung uang) Jadi, harga empat buah marmerku lima ratus ribu? Betapa mahal Tuan telah membelinya.

TUAN

Begitulah hukum perdagangan, Nyonya. Dasarnya persetujuan, bukan mutu barang.

NYONYA (Masih menghitung uang)

Kenapa Tuan berani membelinya dengan harga tinggi?

TUAN

Kalau Nyonya sendiri yang jadi pedagang marmer, belum tentu harganya setinggi itu.

NYONYA (terus menghitung uang)

Karena mutu marmerku?

TUAN

Karena ukuran marmer Nyonya cukup untuk saya

NYONYA (Terus menghitung uang)

Cukup pas untuk Tuan?

TUAN

Permisi dulu, Nyonya. (pergi)

NYONYA

Tuan tidak ke pengadilan, bukan? (memperbaiki dandanan)

NYONYA MEMASUKAN UANG ITU KE DALAM TAS. TIBA-TIBA DATANG SEORANG NYONYA LAIN, PONAKAN A.

NYONYA

Kenapa datang tergesa? Kamu dari rumah sakit? Apa Datuk (kakek) mu memerlukan sesuatu? Apa dokter mengatakan Datukmu akan dioperasi? Katakan cepat. Saya cemas sekali dengan kedatanganmu yang tiba-tiba begini.

PONAKAN A

Aku tergesa karena memerlukan sesuatu

NYONYA

Semuanya sudah kusediakan sebelum meninggalkan rumah sakit pagi tadi. Apa lagi yang diperlukan?

PONAKAN A

Aku memerlukan keseriusan!

NYONYA

Baik, baik. Aku serius. Katakan.

PONAKAN A

Setelah kuselidiki ke sana ke mari, ternyata Datuk telah membohongi kami.

NYONYA

Kamu dibohongi? Kemenakannya sendiri?

PONAKAN A

Tak terkecuali. Tapi, benar juga. Kita akan membohongi siapa pun kalau persoalannya uang! Datukku juga begitu!

NYONYA

Kok sampai begitu?

PONAKAN A

Datuk mengatakan si pembeli tanah pusaka itu belum melunasi pembayarannya. Tapi setelah kutanya langsung pada pembelinya, uang itu telah lunas dibayar pada Datuk. Tanda bukti penerimaan uang itu ada padanya.

NYONYA

Jadi, kamu ingin menanyakan padaku tentang uang itu? maaf saaja. Aku tidak tahu sama sekali. Aku tidak berhak ikut serta dalam persoalan tanah pusaka kaum kalian.

PONAKAN A

Tapi….

NYONYA

Tapi apa?

PONAKAN A

Datuk berjanji akan membagi-bagikan uang itu pada kami. Setelah setahun di tunggu, berita saja tidak…. Apalagi pembagian uang. Tentu Datukku telah menghabiskannya sendiri.

NYONYA

Jadi kamu menganggap uang itu digunakan Datukmu untuk keperluanku?

PONAKAN A

Kalau idak, kemana larinya uang sebanyak itu? beli mobil, tidak. Pakaian mewah, tidak. Naik haji, belum! Kawin lagi, juga tidak.

NYONYA

Tanyakan saja pada Datukmu.

PONAKAN A

Dokter melarangnya bicara

NYONYA

Karenanya, kamu tidak berhak mencurigai harta bendaku

PONAKAN A

Tapi berhak mengetahui dimana uang tanah pusaka itu disimpan Datukku

NYONYA

Tidak ada hubungannya denganku

PONAKAN A

Tapi kamu istrinya, bukan!?

NYONYA

Jadi, kamu ke sini mau menuntutku?

PONAKAN A

Apa boleh buat

NYONYA

Selama empat bulan lebih, Datukmu di rumah sakit, hanya aku yang menjaga dan emnanggung biaya obat-obatnnya. Mahal. Kamu tentu tidak akan pernah tahu berapa biaya obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit kanker lidah, bukan?

PONAKAN A

Ternyata sekarang dauk belum juga boleh bicara

NYONYA

Soal Datukmu dapat bicara atau tidak, itu urusan lain. Tapi, perlu kujelaskan padamu bahwa aku sebagai isrinya elah berbuat lebih dari segalanya. Kalau suamiku itu punya banyak kemenakan, coba mana kemenakannya yang datang atau ikut membantu biaya perawatannya? Tidak seorang pun! Hanya kamu sendirilah yang datang, itu pun untuk urusan tentang uang tanah pusakamu! Tapi benar juga, suamiku menganggap bahwa kemenakannya yang banyak itu hanya tahu pada hak tapi tidak pada kewajiban. Sudah begitu besarnya pengorbananku, aku malah dicurigai. Ekornya nanti. Ekor persoalan begini tidak baik.

PONAKAN A

Mungkin uang itu di simpan di Bank

NYONYA

Kamu boleh bongkar seluruh isi rumahku ini. Tidak akan kamu temui surat-surat bank di sini. Jangankan surat bank, surat kabar saja aku tidak pernah suka!

PONAKAN A

Aku khawatir penyakit yang diderita dauk selama ini disebabkan kutukan nenek moyang

NYONYA

Kutukan, katamu?

PONAKAN A

Ya. Hampir semua orang yang memakai uang dari penjualan tanah pusaka mendapat penyakit yang aneh-aneh.

NYONYA

Penyakit suamiku itu bukan penyakitt yang aneh! Tapi, Kanker! Kanker lidah! Kanker dapat menyerang apa saja, siapa saja dan dimana saja. seperti iklan Coca-Cola, heheehe….

PONAKAN A

Tapi, kenapa sampai sekarang dia masih belum boleh bicara?

NYONYA

Siapa saja yang mengidap penyakit kanker lidah saat ini, tidak akan mampu bicara apa-apa. Walau pun, misalnya dia tidak suka melihat kemenakannya sendiri!

PONAKAN A

Diam kamu! Jangan menyinggung aku! Mungkin doktter di rumah sakit itu sengaja mengada-ada. Dia menakut-nakutimu supaya kamu cepa-cepat mina cerai!

NYONYA

Tidak. Sebelum Datukmu mendapat kanker lidah itu, dia sering kali menjila-jilat jempolnya. Waktu itu dia segera kubawa ke rumah sakit gila

PONAKAN A

Jadi, Datukku kamu bawa ke rumah sakit gila? Gila! Padahal Datukku bukan orang yang gila-gilaan!

NYONYA

Mungkin perawat rumah sakit jiwa itu yang gila, agaknya!

PONAKAN A

Gejala aneh! Pasti kena kutukan. Itulah akibatnya kalau Datuk tidak jujur dalam pembagian warisan.

NYONYA

Jujur atau tidak, lain persoalan. Walau lidah suamiku akan dipotong sekali pun, aku tetap menjadi istrinya yang setia. Suamiku selama ini merasa terasing dari kemenakannya. Itu sebabnya dia memercayaiku.

PONAKAN A

Hah! Memercayaimu daripada aku? Kemenakannya sendiri!? uh! Apa kamu kira adat kite telah berubah?

NYONYA

Kata suamiku, kemenakan sekarang hanya tahu enaknya saja. tidak ada lagi kemenakan yang mau merawat Datuknya, kalau tidak ada maksud-maksud tertentu. Katanya lagi, kalau tidak ada berada, masakan tempua bersarang rendah!

PONAKAN A

Cukup! Jangan menghina! Bila kamu sudah bosan dengannya, Datukku akan kubawa pulang ke kam pung! Katakan sekarang juga kalau kamu sudah bosan. Katakan! Datukku akan kuangkat pulang. Uh! Kamu kira posisi istri lebih menentukan daripada kemenakan.

NYONYA

Bagaimana kamu akan membawanyya dari rumah sakit, sedangkan ongkos perawatannya begitu mahal dan belum dibayar semua

PONAKAN A

Lima juta Sembilan ratus ribu rupiah akan kubayar! Aku ini kemenakannya, tahu!

NYONYA

Kalau kamu punya uang sebanyak itu, kenapa uang tanah pusaka yang hanya sekian ratus ribu mati-matian ingin kamu dapatkan

PONAKAN A

Aku menuntut keadilan!

NYONYA

Kenapa tidak ke pengadilan saja?

PONAKAN A

Tidak perlu!

NYONYA

Jadi, kamu minta keadilan pada Datukmu yang tidak bisa bicara?

PONAKAN A

Apa kamu kira keadilan hanya milik mereka yang dapat bicara saja? jangan menghina keadilan!

NYONYA

Baik. Tapi ke mana Datukmu akan kamu bawa? Sementara, rumahmu telah disita bank karena utang yang tidak dapat kamu lunasi?

PONAKAN A

Setan. Kamu merasa berada di posisi yang kuat karena Datukku elah membuatkan kamu sebuah rumah mewah ini! Pantas uang tanah pusakan kami habis sama sekali

NYONYA

Cukup! Rumah ini tidak dibuat dengan orang lain! Kamu tahu, Datukmu itu hanya mampu memperbaiki kamar mandi saja!

PONAKAN A

Diam kamu! Datukku itu seorang bangsawan, tahu! Kamu mau dikawininya karena kamu ingin bersuamikan seorang bangsawan. Uh! Apa kamu kira seorang bangsawan harus membayar kamar seorang gundik?

NYONYA

Tutup mulutmu! Bagaimana pun juga, aku istrinya. Tercinta dan terpercaya.

PONAKAN A

Aku kemenakannya. Yang selalu setia menjaga tanah pusaka!

NYONYA

Baiklah. Lalu, kamu mau apa?

PONAKAN A

Serahkan uang penjualan tanah pusaka kami.

NYONYA (Jengkel sekali)

Kemenakan suamiku yang terhormat, tidak serupiah pun uangmu di simpan di sini!

PONAKAN A

Pasti ada. Pasti! Sudah kutanyakan pada dukun-dukun dan jawabannya sama!

NYONYA

Dukun? Oh, tidak. Tidak. Tidak ada di sini!

PONAKAN A

Pasti. Kalau tidak…. (mengeluarkan pisau dari dalam tas dan mengancam)

NYONYA (Gugup sekali)

Ekornya…. Ekornya tidak baik. Namaku nanti hancur.

PONAKAN A

Ekor kamu pun akan kutusuk! Aku tidak segan-segan melakukannya biar di depan orang ramai sekali pun!

NYONYA

Ekornya… ekornya… simpanlah. Simpan.

PONAKAN A

Kamu takut kan? Syukurlah. Aku akan takut, kalau kamu tidak takut. Ayo serahkan uang itu, kalau tidak…. (Menikam-nikamkan pisau itu ke lantai)

NYONYA

Jadi… Jadi… Kamu…. Perlu…. Uang. Baik. (mengeluarkan uang dari dalam tas)

PONAKAN A

Aku tidak perlu uangmu, tapi uang penjualan tanah pusaka.

NYONYA

Apa pun namanya, ini tetap uang nilainya sama (Memasukan uang ke dalam tas Ponakan A)

PONAKAN A (Membiarkan tasnya begitu saja)

Tidak mau!

NYONYA

Ini. Lagi. (memasukan lagi sejumlah uang ke dalam tas Ponakan A)

PONAKAN A (Membiarkan tasnya begitu saja)

Tidak mau.

NYONYA

Ini. Lagi.

PONAKAN A

Tidak mau.

NYONYA

Ini. Lagi.

PONAKAN A (Merasa menang dan meraba-raba tasnya)

NYONYA (Merebut pisau di tangan Ponakan A dan dengan cepat menghunusnya)

Serahkan uang itu kembali!

PONAKAN A (Ketakutan)

Ekormu… ekormu… tidak baik bagi kesehatan suamimu..

NYONYA (Gugup memegang pisau itu)

Serahkan cepat. Bagaimana pun ekornya, uangku harus kembali!

PONAKAN A (Mundur)

Nanti namamu cacat. Nama suami juga cacat. Semua akan cacat. Cacat… (merebut pisau di tangan Nyonya dan berlari keluar)

NYONYA (Tersentak dan sadar pisaunya sudah tidak di tangannya lagi)

Uang marmerku! Uang marmerku! Marmer! Mar… mer! (Mengejar Ponakan A keluar)

LAMPU PADAM

DI RUANG TAMU

TUAN DATANG DAN LANGSUNG DUDUK DI KURSI. DIA DUDUK DENGAN SANGAT ENAK. SEMENTARA ITU, NYONYA DATANG TERENGAH-ENGAH. DIA KESAL SEKALI KARENA TIDAK BERHASIL MENGEJAR PONAKAN A. DIA TERKEJUT MELIHAT TUAN SUDAH DUDUK DI RUANG TAMU. LALU, SEMUA KEKESALANNYA ITU DILAMPIASKANNYA PADA TUAN.

NYONYA

Ah, Tuan lagi! Kenapa Tuan duduk di sini?

TUAN

Maaf, Nyonya.

NYONYA

Apa Tuan kira setelah berhasil membeli satu meter persegi tanah pekaranganku dan empat buah marmer teras rumahku, Tuan dapat berbuat seenaknya di sini? Tuan, kembali pada milik Tuan yang telah Tuan beli!

TUAN

Cukup lama saya berdiri di teras, di tempat milik saya. Tapi lama-lama tidak tahan juga, Nyonya. Cahaya matahari sore menimpa teras Nyonya keras sekali. Keringat saya mengalir banyak sekali, Nyonya. Panas.

NYONYA

Tuan tahu kursi itu milikku, bukan?

TUAN

Sangat tahu, Nyonya. Tapi, kalau kursi ini dinamakan kursi tamu, tentu semua tamu berhak duduk di sini.

NYONYA

Tamu yang duduk di sini adalah tamu yang diundang dan dihormati. Tuan tidak pantas dihormati karena Tuan tidak pernah kuundang.

TUAN

Diundang atau tidak, kenyataannya saya telah menjadi tamu.

NYONYA

Apa? Jadi tamu, kata Tuan?

TUAN

Ya. Karena saya telah duduk di kursi tamu

NYONYA

Ekornya, Tuan. Ekornya. Nama baikku akan cacat bila menerima tamu seperti Tuan di rumah yang sedang lengang ini.

TUAN

Saya memenuhi fungsi kursi ini sebagai kursi tamu. Jadi, tidak ada hubungannya dengan nama baik Nyonya.

NYONYA

Rumah ini masih punya pemilik, Tuan. Jangan seenaknya Tuan di sini.

TUAN

O, tentu. Pemilik rumah ini, Nyonya bukan?

NYONYA

Kalau Tuan tahu rumah ini punya pemilik, mestinya Tuan minta izin lebih dulu, tahu! Mentang-mentang aku menyediakan kursi tamu, lalu Tuan anggap kursi itu bisa diduduki dengan gampang tanpa prosedur.

TUAN

Kalau begitu izinkan saya duduk, Nyonya. (Berdiri dan duduk kembali)

NYONYA

Berdiri! Aku tidak mengizinkan!

TUAN

Nyonya harus member izin.

NYONYA

Ekornya Tuan, ekornya. Berapa kali harus kukatakan. Nanti bisa terjadi macam-macam.

TUAN (Berdiri dan marah)

Macam-macam bagaimana?

NYONYA

Berapa kali harus kuulang bahwa ibuku belum pulang dan suamiku masih dirawat di rumah sakit.

TUAN

Saya tidak beniat jahat, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA

Lalu, buat apa Tuan duduk di sini?

TUAN

Untuk menghindari panas matahari

NYONYA

Pakai payung!

TUAN

Payungnya lagi dipakai anak-anak menari. Tari payung.

NYONYA

Keluar kataku. Tuan tidak tahu sopan santun. Tuan tidak tahu adat!

TUAN

Negeri ini punya adat, Nyonya. Harimau dalam perut, kambing jugalah yang harus Nyonya keluarkan. Masa Nyonya mau melanggar adat hanya karena emosi.

NYONYA

Harimau, kambing, atau gajah seakli pun harus keluar dari rumah ini. Keluar!

TUAN

Baik, Nyonya. Saya keluar. Tapi bolehkaah saya meminjam kursi ini untuk duduk di teras?

NYONYA

Apa? Tuan mau meminjam kursi ini? Membawanya keluar? Tuan! Bila kursi ini tidak berada lagi di ruang tamu, namanya bukan lagi kursi tamu. Tuan jangan coba-coba mengubah nama barang-barang yang berada di rumahku ini.

TUAN

Memenuhi fungsi sebuah kursi, tidak boleh. Mengubah namanya, tidak boleh. Apa kursi ini begitu keramat sehingga Nyonya mati-matian memertahankannya?

NYONYA

Harganya mahal, Tuan!

TUAN

Benar. Pantas enak sekali diduduki (duduk)

NYONYA

Tentu saja enak, Tuan! Di mana-mana kursi empuk selalu enak diduduki. Apalagi pada saat sekarang ini.

TUAN

Memang wajar Nyonya mempertahankannya. Pantas Nyonya tidak mau tahu lagi dengan adat dan sopan santun. Tapi maaf, Nyonya. Bagaimana pun juga Nyonya mempertahankan. Yang jelas kursi ini sudah ketinggalan mode.

NYONYA

Ketinggalan mode? Apa Tuan sudah gila? Tuan tahu, harga kursi empuk begini sekarang tinggi.

TUAN

Mode sudah ketinggalan dan tidak cocok pula dengan ruang tamu yang begini luas.

NYONYA

Cukup! Tuan tidak kuizinkan duduk di sini, malah Tuan bicara macam-macam! Hampir semua orang ingin kursi begini, tahu!

TUAN

Laris, maksud Nyonya!?

NYONYA

Ya. Karena mahalnya.

TUAN

Yang laris biasanya murah, Nyonya.

NYONYA

Murah, kata Tuan? Tuan tahu berapa kubeli? Tidak bukan? Tiga ratus ribu!

TUAN

O, hanya tiga ratus ribu.

NYONYA

Itu harga sebelum penyesuaian, Tuan. Kalau sekarang harganya sudah dekat satu juta. Tuan jangan terlalu merendahkan harga kursi ini.

TUAN (Menendang kursi)

Masa kursi begini harganya sampai satu juta! Gila apa! Paling mahal dua ratus ribu!

NYONYA

Tuan! Tuan tidak perlu menendang kursiku! Saudagar macam apa ini!? Tidak tahu harga pasaran!

TUAN

Barang bekas selalu jatuh harga, Nyonya.

NYONYA

Misalkan barangku ini barang bekas, seharga enam ratus ribu pun aku tidak akan menjualnya.

TUAN

Nyonya tidak mau menjualnya karena fungsinya atau karena empuknya?

NYONYA

Karena namanya. Mungkin saja ada kursi taman sejenis kursi tamuku ini, tapi kursi taman bukan kursi tamu, bukan?

TUAN

Apa Nyonya mau melepaskannya bila kubayar enam ratus ribu?

NYONYA

Belum kulepaskan. Naik.

TUAN

Enam ratus dua puluh lima?

NYONYA

Naik lagi.

TUAN

Enam ratus lima puluh?

NYONYA

Naik lagi

TUAN

Enam ratus tujuh puluh lima?

NYONYA

Naik lagi

TUAN

Tujuh ratus!

NYONYA

Tuan, kenaikan dua puluh lima dari tawaran. Tuan memperlambat proses jual beli. Terbukti Tuan bukanlah pedagang yang pintar.

TUAN (Mengeluarkan uang dari tasnya)

Ini. Tujuh ratus ribu!

NYONYA

O, o, Tuan. Apa itu? Uang? Tujuh ratus ribu?

TUAN

Tak kurang serupiah pun! (Menyerahkan uang itu)

NYONYA (Menerima uang itu dengan penuh nafsu, tapi pura-pura gugup) Jadi, TTuan membeli sebuah kursi seharga tujuh ratus ribu? Tuan. Tuan. (Pura-pura menangis) aku tidak akan menjualnya, Tuan (menangis)

TUAN

Hati-hati kalau menghitung uang, Nyonya. Ramalan cuaca boleh keliru. Tapi keliru menghitung uang, cuaca bisa berubah.

NYONYA (Terus menghitung uang, menangis)

Tidak. Tidak. Aku tidak akan menjualnya. Nanti suamiku akan kehilangan kursi. Ibuku akan jatuh pingsan karena tidak punya kursi lagi.

TUAN

Ingat, Nyonya. Pembatalan secara sepihak dalam perdagangan bisa dituntut di pengadilan.

NYONYA

Jadi, Tuan akan menuntutku ke pengadilan? Jangan, Tuan. Ekornya, Tuan. Ekornya kurang enak.

TUAN

Bila Nyonya berusaha membatalkannya, saya pasti akan menuntut. Sewaktu-waktu saya bisa saja nekat, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA (Terus menghitung uang, pelan-pelan mundur)

Ekornya, Tuan. Ekornya. Aku tidak akan menjualnya, Tuan. Ekornya, Tuan.. (Terus masuk ke kamarnya)

TUAN (Menarik napas)

Rugi! Tapi tidak jadi soal. Anggap saja menanam modal (Duduk lagi)

TIBA-TIBA ISTRI DATANG. TUAN SEDIKIT GUGUP

TUAN

Halo sayang….

ISTRI (Naik pitam)

Apa halooo? Apa sayaaang? Nasi sudah dingin gara-gara menunggumu! Katanya, kau akan pulang cepat! Nyatanya parkir di sini! Lalu, kau bilang “Halo sayang” bilang saja “Halo Babu!” ,”Halo Kucing dapur!” sudah beranak tujuh masih bilang sayang hah….! Di rumah orang lagi!

TUAN

Sabar, sabar sayang. Kau harus mengerti bagaimana peliknya dunia bisnis. Berkali-kali hal seperti ini kukatakan, tapi kau tidak kunjung paham. Aku baru saja terlibat pertengkaran. Masa kursi begini dikatakan harganya enam ratus ribu?

ISTRI

Mestinya berapa?

TUAN

Dua ratus ribu sudah terlalu mahal. Tapi memang, semua kursi yang berada pada ruangan tertentu harganya pasti naik menurut fungsi ruangannya.

ISTRI

Kau pedagang barang antic, bukan pedagang kursi bekas. Kenapa pertengkaran sampai pada harga kursi? Pasti ada apa-apanya.

TUAN

O, tentu ada apa-apanya, saying. Kursi ini cukup antic. Tidak percaya? Tanya istri saya, eh,eh… ya, istri saya, ini, kau. Kau, kau kau memang istriku. Ah, saya sedang berusaha mencari kursi-kursi begini untuk anggota baru.

ISTRI

Anggota baru? Anggota parlemen maksud kau?

TUAN

Eh, maksudku, langganan baru.

ISTRI

Kursi yang masih diduduki pemiliknya sudah kau tawar, tenu saja dapat menimbulkan pertengkaran.

TUAN

Kalau dia mau menjual, apa salahnya bukan?

ISTRI

Semua orang pasti berusaha mempertahankannya. Apalagi kursi seperti ini. (Duduk) empuk lagi. Berapa harganya?

TUAN

Enam ratus ribu

ISTRI

Berapa kau tawar?

TUAN

Kubayar tujuh ratus ribu

ISTRI (Berdiri)

Harganya enam ratus ribu dibayar tujuh ratus ribu. Ini kan gila!

TUAN

Ini perdagangan klasik, istriku. Kau harus dapat memahaminya. Barang bekas selalu lebih tinggi harganya di mata pedagang barang antik

ISTRI

Hanya untuk kursi macam begini?

TUAN

Istriku saying, kau jangan main-main. Resesi ekonomi dunia membuat harga kursi naik pada politik dan kau pasti akan sulit lagi memahaminya semua kawasan Negara berkembang. Ini.

ISTRI

Kursi di rumah kita lebih antic dari kursi ini. Tapi kenapa kau jual begitu murah?

TUAN

Siasat, kataku. Siasat. Siasat dagang, saying. Kalau kita tidak punya kursi lagi di rumah. Semua anak-anak kita akan aman. Mereka tidak akan berkelahi memperebutkan kursi. Betapa ributnya rumah kita setiap hari. Kita mau tidur, mereka berebutan kursi. Dan celakanya, kursi itu mereka jadikan mobil-mobilan, kereta api=kereta apian, kapak-kapalan, rumah-rumahan. Erus terang, aku tidak suka anak-anak kita mempergunaka kursi untuk mendapatkan mobil, rumah, kapal dan sebagainya itu!

ISTRI

Kalau mereka masih anak-anak, tidak apa.

TUAN

Kalau kita biarkan, mereka akan rebutan kursi sampai tua!

ISTRI

Teorimu baik sekali. Tapi, apa kau tahu yang terjadi siang tadi?

TUAN

Mana aku tahu. Aku sibuk bisnis, kan.

ISTRI

Karena mereka ingin kursi, anak tetangga dijadikannya kursi. Bahkan si bungsu, kompor yang sedang menyala didudukinya. Mereka menganggap itulah yang tepatt dijadikan kursi.

TUAN

Akh, kau terlalu berlebihan.

ISTRI

Sekarang begini saja. daripada anak kita sakit karena selalu memimpikan kursi, sebaiknya kursi ini dibawa pulang.

TUAN

Kursi yang ini?

ISTRI

Iya. Sudah dibayar, kan?

TUAN

Jangan sekarang. Kursi ini untuk langgananku.

ISTRI

Kau selalu saja menunda keperluan mereka akan kursi. Aku akan panggil becak!

TUAN

Kursi ini akan dibawa dengan becak? Ah, jangan. Nanti harganya jadi turun.

ISTRI

Yang penting anak-anak kita, bukan harga kursi. (Pergi keluar) becak. Becak. Bawa kursi saya.

TUAN

Jangan. Kursi ini akan dijual!

ISTRI (Di luar)

Becak! Becak! Bawa kursi saya!

TUAN (Berlari keluar)

Kursi ini akan dijual!

ISTRI (Masuk lagi)

Becak! Becak! Becak! Bawa kursi saya! Becak! Becak! Bawa kursi saya. (Terus keluar)

DUA NYONYA LAINNYA (PONAKAN B DAN PONAKAN C) DATANG DARI ARAH LAIN

PONAKAN B

Ini rumahnya! Uh! Lebih mewah daripada rumah kepala imigrasi!

PONAKAN C

Baru lagi! Besar dan mewah

PONAKAN B

O, pantas! Uang pusaka kita dihabiskan Datuk untuk membangun rumah ini!

PONAKAN C

Persoalan ini harus diselesaikan sampai tuntas

PONAKAN B

Sampai ke akar-akarnya! Hari ini juga!

PONAKAN C

Mana istrinya? Takut menemui kita?

PONAKAN B

Maklum. Wanita muda kalau bersuami tua, apalagi kalau suami sedang terbujur di rumah sakit tentu saja kerjanya… nah, dia datang!

PONAKAN C

Ayo, mulai! Jangan berubah dari rencana!

NYONYA DATANG, PONAKAN B DAN C MENGUBAH SIKAPNYA

NYONYA

Ada tamu rupanya? Kapan datang? Sudah lama tidak pulang kampong. Apa sudah ke rumah sakit? Bagaimana kabar sekarang? Katany, kalian bersuamikan orang berpangkat tinggi. Sudah kaya ya. Pantas tidak mau menengok kampong lagi. Kenapa diam saja? letih barangkali? Penat?

PONAKAN C (Pada Ponakan B)

Dia mulai gugup

NYONYA

Wah, keadaan Datukmu menyedihkan sekali. Sudah enam bulan lebih dia dirawat di rumah sakit. Kalian pulang untuk menjenguk Datukmu atau hanya sekedar berlibur? Atau karena suami kalian lagi ikut seminar pedesaan di sini?

PONAKAN C

Lidah Datuk akan dipotong!

NYONYA

Akan di potong? O, kalau begitu kalian sudah dari rumah sakit? Dokter mana yang mengatakan begitu? salah dengar barangkali?

PONAKAN C

Salah dengar, salah dengar. Setiap hari telingaku dibersihkan, tahu!

NYONYA

Jadi, kalian bukan salah dengar? Baik. Dokter mana yang mengatakan lidah Datuk akan dipotong? Dokter yang tinggi? Yang pendek? Yang gendut? Yang suka merokok? Yang suka beli nomor? Ah… masa lidah Datuk akan dipotong. Mungkin dokter itu berseloroh atau menakut-nakuti….

PONAKAN B

Lidahnya dipotong! Iii!

PONAKAN C

Dan, semua persoalan akan tertutup

NYONYA

Ada apa sebenarnya? Kok bicaramu ketus sekali. Coba bicara seperti dulu lagi. Saat-saat kalian dalam kesusahan. Lunak gigi daripada lidah. Aku kan istri Datukmu, ya kan?

PONAKAN B

Dan Datuk kami telah membayar cintanya dengan mahal sekali kepadamu

PONAKAN C

Semua uang hasil penjualan tanah pusaka kami telah dibayarkan untuk cintanya!

PONAKAN B

Ini tidak wajar!

PONAKAN C

Melanggar adat.

PONAKAN B

Ternyata Datukku sendiri yang menerima kutukan! Ini tidak adil!

PONAKAN C

Padahal yang menghabiskan uang itu bukan dia sendiri

PONAKAN B

Kini lidahnya akan dipotong

PONAKAN C

Dan, dia tidak akan pernah lagi bisa berbicara

PONAKAN B

Akhirnya, kami kehilangan jejak mencari uang itu

PONAKAN C

Uang itu harus didapatkan!

PONAKAN B

Sekarang juga!

PONAKAN C

Kalau tidak, terpaksa kami bertindak!

PONAKAN B

Tidak ada lagi yang dapat menahan kesabaran kami!

PONAKAN C

Hari ini mesti beres

PONAKAN B

Selesai secara tuntas

PONAKAN C

Hari ini adalah hari penenTuan!

PONAKAN B

Apakah uang itu ada, dan berada dimana

PONAKAN C

Hari ini hari kepastian!

PONAKAN B

Apakah uang itu mau diserahkan atau tidak (Berbisik pada Ponakan C) apa lagi? Aku lupa

PONAKAN C (Pada Ponakan B)

Bank dan penyitaan

PONAKAN B

Kalau uang masih berada di bank, harus segera dikeluarkan

PONAKAN C

Kalau masih di simpan di sini, harus diserahkan pada kami

PONAKAN B

Bila uang itu sudah habis, semua kursi yang ada akan disita

PONAKAN C

Becak telah menunggu di depan!

PONAKAN B

Semua akan dijadikan barang bukti di pengadilan

PONAKAN C

Jaksa telah siap mengajukan tuntutan!

PONAKAN B

Pengadilan akan….

NYONYA (Menjerit sekuat-kuatnya)

Aaaaai! Ya am pun. Bagaimana ini? Kalian akan mengadukan aku ke pengadilan? Ekornya. Ekor persoalan ini tidak baik. Ya, am pun. Jadik kedatangan kalian berdua hanya untuk itu? bukan untuk melihat Datukmu yang lagi sakit? Apa kalian tega mengadukan istri Datukmu sendiri ke pengadilan?

PONAKAN C

Bukan kau, tapi Datuk kami

NYONYA

Bagaimana menuntut seseorang yang tidak bisa bicara lagi?

PONAKAN C

Kami punya bukti yang cukup

PONAKAN B (mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya)

Ini bukti tertulis. Pengakuan Datuk kami

NYONYA

Jadi, dia mengaku? Apa yang diakuinya?

PONAKAN B (Membaca kertas itu berbisik-bisik)

Pokoknya, uang tanah pusaka telah diserahkan pada istrinya.

NYONYA

Aku? Aku? Serupiah pun aku tidak menerima uang itu

PONAKAN B

Tapi, rumah mewah ini? Dengan kursi-kursinya?

NYONYA

Ibuku yang membelikannya

PONAKAN C

Tidak mungkin

NYONYA

Kami telah bekerja keras membangun rumah ini dan membeli semua perabotannya. Kami terpaksa menjadi penangis pesanan pada setiap acara kematian. Kami menangis dan kami dibayar! Tidak ada uang orang lain yang kami pakai

PONAKAN C

Jadi, kau menyangkal bahwa rumah ini dibeli dengan tanah pusaka kaum kami?

NYONYA

Jadi, menurut kalian uang itu ada di sini?

PONAKAN C

Menurut kertas ini

NYONYA

Coba lihat

PONAKAN C

Bukan urusanmu

NYONYA

Aku tidak percaya

PONAKAN C

Tidak percaya, ya sudah. Lihat saja di pengadilan nanti

NYONYA

Pengadilan? Ya am pun. Namaku… ekornya…. (ketakutan) baiklah. Baik. Ya, ya… aku mengakui sesuai dengan pengakuan suamiku. Ya, ya uang itu ada di sini. Biar kuambil (Lari kedalam)

PONAKAN C (Lega)

Kena batunya

PONAKAN B

Kalau tidak karena siasatku, belum tentu kita berhasil

PONAKAN C

Ini berkat semua rencana yang telah kususun secara mantap

PONAKAN B

Tapi, aku yang mengajukan ide begitu, bukan?

PONAKAN C

Idemu kan tidak sempurna. Akulah yang putar otak menyempurnakan semuanya

PONAKAN B

Tapi ketegasanku bicara tadi bagaimana? Meyakinkan, bukan!?

PONAKAN C

Kalau tidak kuingatkkan sewaktu kau adi lupa, pasti rencana ini berantakan

PONAKAN B

Ideku cukup cemerlang

PONAKAN C

Semua ini berkat keunggulanku

PONAKAN B

Aku, kataku!

PONAKAN C

Aku. Aku. Atau, aku ebrteriak-teriak mengatakan bahwa semua ini kehebatanku!

PONAKAN B

Ssst… dia datang!

PONAKAN C

Simpan kembali kertas itu. nanti ketahuan

NYONYA DATANG DAN MENYERAHKAN SEJUMLAH UANG

NYONYA

Ini uangnya

PONAKAN C

Berapa?

NYONYA

Tujuh ratus ribu

PONAKAN C

Hanya segini? (mengambil uang itu dari tangan Nyonya)

NYONYA

Ya. Itu pun telah kutambah dengan uangku sendiri

PONAKAN C

Tidak soal. Yang penting jumlahnya (menghitung uang)

PONAKAN B

Langsung dibagi, kan?

PONAKAN C

Tentu, tentu.

PONAKAN B

Bagi rata, kan?

PONAKAN C

O, tentu. Tentu (menyerahkan sejumlah uang)

PONAKAN B (Menghitung uang yang diterimanya)

Hanya dua ratus ribu?

PONAKAN C

Kita memang punya hak sama. Tapi, dalam hal tertentu selalu berbeda

PONAKAN B

Jadi perbedaannya berdasarkan apa?

PONAKAN C

Berdasarkan keperluan. Keperluanku lima ratus ribu

PONAKAN B

Dan keperluanku hanya dua ratus ribu?

PONAKAN C

Kau istri pegawai rendah, perbelanjaanmu tentu rendah pulan

PONAKAN B

Apa hubungan pembagian ini dengan status kepegawaian suami?

PONAKAN C

Istri pegawai rendah dan pegawai tinggi punya keperluan yang berbeda. Di mana-mana begitu. Masa kau lupa pangkat suamimu?

PONAKAN B

Wah, bagaimana ini? Tidak adil

PONAKAN C

Kalau mau dapat bagian yang sama, suami harus naik pangkat dulu empat kali lipat. Dan, itu tidak bakal tterjadi dalam dunia kepegawaian

PONAKAN A DATANG DENGAN PISAU TERHUNUS

NYONYA

Nah, itu dia! Uang marmerku! Uang marmerku!

PONAKAN C

Kau mau apa kesini! Pergi!pembagianmu sudah kau terima sendiri bukan?

PONAKAN A

Siapa yang bicara akan kubungkam!

NYONYA (Menangis)

Uang marmerku. Uang marmerku

PONAKAN A

Bagianku mana?

PONAKAN C

Bagian apa lagi?

PONAKAN A

Kalau tidak dibagi rata, tak seorang pun yang bisa selamat keluar dari rumah ini

PONAKAN C

Jadi kau gunakan pisau untuk mengancamku? (Mengeluarkan pisau yang lebih besar) ini! Aku punya yang lebih besar!

NYONYA

Jangan berbunuhan. Jangan. O, uang marmerku. Uang kursiku. Jangan berbunuhan. Ekornya. Ekornya.

PONAKAN A

Diam! Ekorku lebih besar lagi tahu! Ayo cepat. Keluarkan bagianku!

PONAKAN B

Kalau begini caranya, aku juga bisa lebih nekat! (Mengeluarkan pisau yang lebih besar dari dalam tas)

NYONYA

Jangan berbunuhan! Jangan. Ah! Ya am pun…. Ekornya…. Ekornya…. (Keluar)

KETIGA PONAKAN LEGA DAN SALING BERSALAMAN. MEREKA TERTAWA CEKIKIAN.

PONAKAN C

Dengan uang ini, nama kita sebagai kemenakan akan pulih kembali. Kita bayar semua ongkos rumah sakitnya!

PONAKAN A

Ya. Dengan begitu, tidak ada seorang pun lagi yang menuding kita. Kita harus buktikan bahwa sampai sekarang para kemenakan masih setia dan hormat pada Datuknya.

PONAKAN B

Ya. Bila ongkos rumah sakit telah terbayar, orang-rang tidak lagi menuduh kita tidak tahu adat.

PONAKAN C (Berteriak)

Kami adalah bukti kesetiaan pada….

PONAKAN A

Tunggu! Kita harus bersama-sama!

BERTIGA (Berteriak sambil mengacungkan pisau ke udara)

Kami adalah bukti kesetiaan kepada….

PONAKAN B (Sadar)

E, e, e pisaunya disimpan dulu. Disimpan.

BERTIGA (Berteriak lebih keras setelah menyimpan pisau kedalam tas)

Kamilah pewaris adat negeri ini! Tak lekang dek panas! Tak lapuk dek hujan! (Lalu keluar sambil bergoyang pinggul) Ekornya…. Ekornya…. Ekornya…..

LAMPU PADAM

DIRUANG MAKAN

TUAN DATANG DAN SEGERA DUDUK DENGAN ENAKNYA DI ATAS KURSI MAKAN, DIIRINGI LAGU YANG LUCU DARI TAPE RECORDER. NYONYA DATANG DAN TERKEJUT MELIHAT TUAN TELAH DUDUK DI RUANG MAKAN

NYONYA

Tuan! Ekornya, Tuan! Ekornya!

TUAN

Maaf, Nyonya (Berdiri) Nyonya tentu mendengar pertengkaran saya dengan istri saya gara-gara kursi di ruang tamu itu. istri saya sudah mulai main keras. Saya tidak ingin istri saya melihat saya duduk di ruang tamu Nyonya.

NYONYA

Kalau suamiku tahu, bagaimana?

TUAN

Suami Nyonya masih di rumah sakit bukan? Dia tentu tidak melihat kita, eh… melihat saya.

NYONYA

Tuan mau apa?

TUAN

Biasa, Nyonya

NYONYA

Biasa bagaimana? Terus terang sajalah!

TUAN

Duduk di kursi makan tanpa memakan sesuatu maka fungsi kursi makan sebagai kursi makan telah kita abaikan. Seidaknya ada minuman lah, atau makanan ringan

NYONYA

Tuan benar-benar seorang penjajah!

TUAN

Saya bukan penjajah, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya. Kursi ini masih ke punyaan Nyonya, bukan?

NYONYA

Ya, mau apa?

TUAN (Duduk)

Barang Nyonya memang enak di duduki

NYONYA

Tuan, haruskah aku menjual kursi yang Tuan duduki itu agar Tuan tidak lagi di situ?

TUAN

Jadi, Nyonya mau menjualnya?

NYONYA

Terpaksa! Agar Tuan tidak duduk lagi di kursi itu

TUAN

Kalau begitu, baiklah. Buka berapa?

NYONYA

Lima ratus ribu

TUAN

Lima ratus ribu? Wah! Kenapa lebih murah daripada kursi tamu, Nyonya? Saya hanya mengingatkan. Apa Nyonya kira harga sebuah kursi makan begini tidak mahal? Nyonya tahu, makan tanpa kursi, biadab namanya. Kursi makan inilah yang menentukan seseorang beradab atau tidak. Kursi makan menentukan status manusia, Nyonya. Dan alat untuk penentu status itu tidak mungkin murah harganya.

NYONYA

Jadi, harus lebih mahal?

TUAN

Saya tidak mengatakan begitu, Nyonya. Saya hanya ingin tahu kenapa kursi penentu status peradaban ini dijual murah sekali. Apa karena Nyonya memerlukan uang atau, karena Nyonya akan kembali menjadi manusia primitif?

NYONYA

Tuan mau beli kursi itu atau tidak?

TUAN

Nyonya jangan begitu mudahnya menjual kursi saat ini

NYONYA

Kalau Tuan tidak mau membelinya, pergi!

TUAN

Jadi, saya dipaksa untuk membeli kursi Nyonya?

NYONYA

Kalau tidak, jangan duduk!

TUAN

Baik. Berapa?

NYONYA

Lima ratus ribu, kataku! Apa Tuan mengharapkan aku menaikkan harga dalam sekian menit saja!

TUAN

Kalau Nyonya menaik-naikan harga, pasti tidak ada pembelinya. Idak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA

Tuan berani berapa?

TUAN

Seratus

NYONYA

Apa Tuan sudah gila!?

TUAN

Tunggu. Nyonya menjual kursi ini berdasarkan apa? Kemampuan si pembeli attau keinginan yang punya kursi?

NYONYA

Agar, Tuan cepat-cepat pergi dari sini

TUAN

Itu bukan alas an perdagangan, Nyonya. Kalau mau mengusir saya, kan ada polisi. Tapi ekornya, Nyonya. Ekornya. Polisi akan menyeret kita ke pengadilan. Nyonya tidak ingin merusak nama Nyonya sendiri, bukan? Coba Nyonya, apa alas an Nyonya yang tepat?

NYONYA

Berdasarkan kemampuan si pembeli, kemampuan Tuan yang terhormat!

TUAN

Jadi, harganya tetap seratus?

NYONYA

Sialan! Baiklah. Mana uangnya!

TUAN (Menyerahkan sejumlah uang)

Ini, Nyonya.

NYONYA (Menghitung uang)

Hanya lima puluh ribu? Separuh dari harga yang Tuan tawar? Tuan jangan main-main dalam perdagangan kursi

TUAN

Hari ini baru mampu separuh, Nyonya. Besok saya lunasi

NYONYA

Tuan berjanji akan membayarnya?

TUAN

Ya. Bila ada uang semuanya bisa lunas, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA

Bila Tuan akan lunasi

TUAN

Bila Nyonya memerlukannya

NYONYA

Baik. Nah, sekarang Tuan boleh pergi!

TUAN (Marah sekali dan berdiri di atas kursi)

Nyonya ini bagaimana? Saya sudah membeli kursi, Nyonya menyuruh saya pergi. Nyonya tahu, sekarang sayalah pemilik kursi ini. Soal akan saya gunakan untuk kursi makan atau untuk berdiri, itu persoalan saya sebagai pemilik. Nyonya jangan coba-coab mengusir seseorang yang sedang berdiri di atas miliknya. Nyonya bisa saya tuntut! Ke pengadilan, Nyonya! (Turun dari kursi) ah, Nyonya telah membangkitkan nafsu amarah saya. Maaf. (Duduk lagi)

NYONYA

Maaf, Tuan. Aku menyuruh Tuan pergi bukan karena hubungan antara penjual dan pembeli

TUAN

Jadi, sebagai apa?

NYONYA

Sebagai… sebagai…

TUAN

Sebagai apa? Terus terang saja, Nyonya. Apakah saya diusir sebagai seorang yang putus cinta, sebagai… wah… sulit juga mengatakan sesuatu yang saya rasakan sendiri, Nyonya. Katakan Nyonya, sebagai apa saya bagi Nyonya?

NYONYA (Tiba-tiba amarahnya bangkit)

Uan telah berutang! Besok Tuan harus bayar! Antarkan uangnya ke sini besok pagi, mengerti!

TUAN

Besok pagi, Nyonya?

NYONYA

Besok pagi!

TUAN

Saya langsung menemui Nyonya?

NYONYA

Langsung!

TUAN

Baiklah. Saya langsung menemui Nyonya besok pagi (Keluar lupa membawa tas)

NYONYA

Benar-benar gigih keparat itu! (Memerbaiki dandanan) apa aku harus gosok gigi lebih pagi?

TUAN (Tiba-tiba muncul)

Maaf, Nyonya. Tas saya ketinggalan (mengambil tas) tadi Nyonya bilang apa? Gosok gigi lebih pagi?

NYONYA (Kelabakan)

Besok, Tuan! Besok! Besok, Tuan! (Berlari ke dalam)

TUAN (Berteriak)

Ya, Nyonya. Besok pagi! Gosok gigi! (Menyanyi senang sambil keluar) pagi-pagi kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi….

DARI ARAH LAIN, KETIGA PONAKAN MASUK SAMBIL MERATAP

PONAKAN A

Malang…. Malang…. O, Datukku. Kau meninggal, tapi istrimu tidak ada di sampingmu…. O, Datukku….

PONAKAN B

O, Datukku. Istrimu tak ada lagi artinya, tak ada…. Dia bukanlah istri yang sebenarnya…. O, Datuk….

PONAKAN C

Maafkan kami Datuk. Maafkan istrimu yang tidak suka padamu itu, Datukku… malang nasib kita… Datuk dapat istri yang menyia-nyiakan suami….

PONAKAN A

Tidak ada gunanya beristri cantik. Kau terbujur di rumah sakit, sedangkan dia di rumah entah membuat kerja apa….

NYONYA

Istrimu bergoyang pinggul sepanjang waktu, sedangkan kau Datuk….

KARENA NYONYA TIDAK DATANG JUGA, MEREKA KESAL

PONAKAN A

Tidak ada orang! sialan!

PONAKAN B (Terus meratap)

O…. Datukku. Datuk telah malang. Dapat istri, tapi….

PONAKAN A

Jangan terus meratap. Tidak ada orang!

PONAKAN C (Terus meratap)

Dari dulu kukatakan tidak ada gunanya istri cantik, kalau….

PONAKAN A

Sudahlah! Dia tidak ada di rumah!

PONAKAN B

O, jadi dia tidak ada?

PONAKAN A

Besok kita ke sini lagi

PONAKAN C

Ya. Sialan benar dia!

KETIGANYA PERGI DENGAN KECEWA

LAMPU PADAM

DI DALAM KAMAR

NYONYA BERDANDAN DI DALAM KAMAR, DIIRINGI SEBUAH NYANYIAN DARI TAPE RECORDER. TIBA-TIBA TUAN MASUK. NYONYA TERKEJUT SEKALI DAN SEGERA MEMATIKAN TAPE RECORDERNYA.

NYONYA

Keterlaluan! Keluar!

TUAN

Maaf, Nyonya

NYONYA

Ini kamarku, Tuan!

TUAN

Ya, Nyonya

NYONYA

Suamiku bisa mengamuk, Tuan!

TUAN

Istri saya juga begitu, Nyonya

NYONYA

Tuan begitu lancing! Keluar, Tuan!

TUAN

Saya mau membayar utang, Nyonya

NYONYA

Tunggu saja di luar

TUAN

Saya tergesa, Nyonya. Lagipula jumlah utang tetap saja nilainya, walau dibayar di mana pun juga. (Mengeluarkan sejumlah uang) Ini Nyonya. Sebagaimana yang saya janjikan

NYONYA TIDAK MENERIMA UANG ITU

TUAN

Apa Nyonya tidak akan menghitungnya?

NYONYA

Nanti saja! silakan Tuan keluar!

TUAN

Agar Nyonya tidak sangsi atau merasa tertipu nantinya, biar saya tolong menghitungnya (Duduk di atas tempat tidur menghitung uang, tapi matanya terpaku pada tubuh Nyonya yang sedang berdandan) romantic sekali kamar ini. Apa disebabkan warna sofa, atau karena suasananya cukup sunyi? Ya… ya… dimana-mana kamar seorang wanita cantik selalu menarik.

NYONYA

Tuan menghitung uang atau….

TUAN

Atau apa, Nyonya? Jangan bicara sepotong-sepotong. Saya tidak begitu tergesa. Atau apa, Nyonya?

NYONYA

Tergesa atau tidak, tapi ekornya Tuan. ekornya

TUAN

Nama Nyonya akan cacat, begitu ekornya bukan?

NYONYA

Tuan! Letakkan uang itu dan keluar!

TUAN

Baik, Nyonya (Meletakkan uang) mengapa Nyonya duduk di situ sewaktu berdandan?

NYONYA

Di kamarku, duduk atau berdiri itu urusanku. Tak seorang pun dapat melarang

TUAN

Kalau begitu, duduk di sini saja

NYONYA

Apa? Duduk di samping Tuan? Duduk berdua di atas tempat tidurku? Tak useh ye. Tuan tahu, akulah istri yang sangatt setia pada suami

TUAN

Tunggu, Nyonya. Adakah larangan kalau kita duduk berdua pada suatu tempat? Di mana-mana itu bisa terjadi, Nyonya. Dalam bis, kereta api, pesawat udara, rumah bersalin, bahkan dalam bioskop sekali pun, itu biasa terjadi. Dan masing-masing orang tidak saling curiga.

NYONYA

Larangan resmi memang tidak ada kalau kita duduk berdua. Tapi, agama, ada moral, etika, atau ahlak?

TUAN

Semua yang Nyonya katakan itu hanya berlaku pada masyarakat luas. Umum sifatnya. Tapi bila Nyonya setuju duduk berdampingan? Siapa melarang, yak an? Pokoknya persetujuan, Nyonya. Persetujuan adalah inti dari segalanya. Jual beli, kawin cerai…. Semua harus berdasarkan persetujuan. Wah…. Tempat tidur yang begini cantik memang disediakan untuk dua orang, Nyonya.

NYONYA

Segala sesuatunya Tuan hubungkan dengan fungsi. Apa Tuan akan menyeretku lagi agar menjual tempat tidur itu?

TUAN

Tidak hanya tempat tidur, Nyonya

NYONYA

Tidak hanya tempat tidur? Tempat dudukku ini juga Tuan beli? Tidak bisa, Tuan! Tidak bisa.

TUAN

Dalam perdagangan semuanya bisa terjadi, Nyonya. Asal ada persetujuan. Kalau Nyonya mau menjualnya, ini misalnya saja Nyonya seharga tujuh ratus dua puluh lima ribu dan saya pun setuju membayarnya maka apa yang Nyonya katakan tidakn bisa akan menjadi bisa

NYONYA

Apa sebenarnya yang Tuan inginkan?

TUAN

Hanya mengikuti kecendurngan saya sebagai pedagang. Membeli segala sesuatu yang mungkin dibeli dan memungkinkan memperoleh sedikit keuntungan

NYONYA

Bila kujual kursiku ini dan tempat tidur itu, nanti Tuan tentu akan membeli yang lain lagi

TUAN

Tergantung pada peluang yang Nyonya sediakan. Tapi hari ini tidak, Nyonya. Jika Nyonya mau menjual kursi dan tempat tidur Nyonya, itulah usaha bisnis terakhir saya hari ini

NYONYA

Terakhir?

TUAN

Ya. Tidak percaya? Tanya istri saya

NYONYA

Baik, agar Tuan segera angkat kaki dari kamar ini, kursi dan tempat tidur itu akan kujual sebagaimana yang Tuan inginkan. Berapa?

TUAN

Lima ratus ribu

NYONYA

Tadi Tuan mengatakan tujuh ratus dua puluh lima ribu! Apa Tuan sudah gila! Atau kerasukan nafsu!

TUAN

Tawar-menawar Nyonya. Tapi baiklah. Saya bayar. (Menyerahkan uang) ini

NYONYA

Aku terima. Cukupkan? Nah, silahkan pergi

TUAN

Apa, Nyonya? Pergi? marilah kita sama-sama menghormati milik orang lain, Nyonya.

NYONYA

Tapi, tempat tidur itu telah menjadi milik Tuan, bukan? Apa lagi?

TUAN

Dan, kursi itu juga telah jadi milikku, bukan? Dan lagi, apa nanti malam Nyonya akan tidur di atas milik orang lain?

NYONYA

Tidak. Nanti namaku akan cacat. Tapi, kenapa Tuan sendiri duduk di atas kursi milik orang lain?

TUAN

Karena ingin membelinya, tentu saja saya harus mencobanya terlebih dulu. Sedangkan Nyonya tidak membeli, tapi menjual. Nyonya, jangan duduki milik saya karena Nyonya tidak akan membelinya

NYONYA

Jadi, aku harus berdiri?

TUAN

Tentu. Kursi itu sudah saya beli

NYONYA

Tuan harus pergi. aku akan tetap duduk di sini

TUAN

Jadi, Nyonya nekad? Apa mesti saya adukan ke pengadilan, Nyonya? Biarlah saya pergi ke pengadilan! Sekarang juga! (Bergerak hendak pergi)

TERDENGAR SUARA PARA KEMENAKAN MENDEKAT

NYONYA

Sst! Ada orang di luar. Jangan pergi dulu

TUAN

Baiklah. Sampai pagi saya mau bersama Nyonya di kamar ini

NYONYA BERDIRI MENELITI SUARA YANG DATANG DARI LUAR. KETIGA PONAKAN DATANG, MERATAP LEBIH SEDIH DAN LEBIH KERAS LAGI

PONAKAN A

O, Datukku. Datukku. Ini kemenakanmu. Ini. Percayalah, Datuk. Istrimu tidak ada gunanya, tak ada artinya lagi….

PONAKAN B

O, Datukku yang malang. Kau meninggal tanpa didampingi istrimu. O, nasib Datuk, malang sepaling malang….

PONAKAN C

O, Datuk. Kami hanya bisa meratap. Dengan ratapan, kau kuantar ke kuburan…..

PONAKAN A

Tak ada gunanya istri canttik, Datukku. Datuk mati, mungkin dia akan kawin lagi. O, malang….oi….

PONAKAN B

Ondeh malang, oi… malang oi…. Maafkan juga perempuan celaka istrimu itu, Datuk….

PONAKAN A

Kok tidak ada yang keluar? Atau dia masih tidur?

PONAKAN C (Terus meratap)

Beginilah jadinya. Apa yang terjadi, terjadilah. Pulangkan aku ke rumah Datukku….

PONAKAN A

Sudahlah! Ada orang lain datang

ISTRI DATANG. KETIGA PONAKAN BERHENTI MERATAP

ISTRI

Aku punya bukti cukup. Suamiku telah berbuat…. Ah malu aku. Suamiku tentu berada di rumah ini. O, kekasih hatiku. Pulanglah dikau. Kucing dapurmu datang memanggil….

PONAKAN C

Jangan emosi, Nyonya. Suami Nyonya sekarang tentu sedang sibuk berbisnis….

ISTRI

O, suamiku tercinta…. Apakah berbeda luas ladangku dengan lading pemilik kursi rumah ini…. (Sadar) maaf, Nyonya-Nyonya. Saya kalau dirasuk nafsu amarah sering lupa diri. Saya memang begitu, Nyonya. Dulu semasa kuliah, saya pemain sandiwara

PONAKAN C

Lebih baik Nyonya cari ke tempat lain saja. tak ada suami Nyonya di sini.

ISTRI

Baiklah (Keluar)

PONAKAN A

Kita pasti diakali

PONAKAN B

Masa dia tak percaya suaminya meninggal. Kita saja sudah begitu sedih, seharusnya dia….

PONAKAN A

Kalau begitu, biar aku meratap lagi. (Meratap) o, Datuk… Datukku, kau telah meninggal. Tapi istrimu tidak percaya….

PONAKAN C

Sst!.... dengar! Ada suara….

DI DALAM KAMAR, TUAN DENGAN SEGERA BANGKIT DAN LANGSUNG BERJONGKOK DI DEKAT KAKI NYONYA

TUAN

Nyonya, apa Nyonya kira tidak ada akibatnya kalau berdiri terlalu lama? Lutut Nyonya bisa bengkak dan kecanikan Nyonya akan berkurang. Apa gunanya wajah cantik, tapi berlutut besar

NYONYA

Saya akan berdiri sampai kapan pun

TUAN

Maaf, Nyonya. Lihat lutut Nyonya! Lutut Nyonya benar-benar mulai membengkak

NYONYA (Melihat lututnya)

Masa bodoh!

NYONYA-NYONYA YANG BERADA DI TERAS ITU PUN MELIHAT LUTUTNYA SENDIRI-SENDIRI PULA

TUAN

Nyonya, darah mulai mengalir dari betis Nyonya!

NYONYA

Masa bodoh!

TUAN (memegangi kaki Nyonya)

Maaf, Nyonya. Saya harus bertindak! Darah tidak persoalan. Tapi kalau darah Nyonya sempat naik ke puncak kepala, akibatnya fatal, Nyonya. Saya akan susah menanggungnya

NYONYA

Masa bodoh!

TUAN

Jangan gugup Nyonya. Saya sedang berusaha mencegah

NYONYA

Tuan, lepaskan. Tuan. Lepaskan.

TUAN

Ssst! Nyonya…. Ada orang di luar barangkali

NYONYA-NYONYA YANGBERADA DI LUAR JUGA MELIHAT KE ARAH LAIN, MELIHAT KALAU_KALAU ADA ORANG LAIN YANG DATANG

NYONYA

Tuan, bagaimana caranya agar Tuan tidak memegangi kakiku lagi?

TUAN

Sebagaimana siasat Nyonya selama ini

NYONYA

Jadi, Tuan juga akan membeli tumitku

TUAN

Daripada darah Nyonya naik ke kepala!?

NYONYA

Biak, bila Tuan telah menyerahkan uangnya segera lepaskan kakiku

TUAN

Ya, Nyonya

NYONYA

bayarlah

TUAN

Berapa? Seratus?

NYONYA

naik

TUAN (Pegangan Tuan naik sedikit)

Dua ratus?

NYONYA

Naik lagi

TUAN (Pegangan Tuan naik sedikit lagi)

Empat ratus?

NYONYA (Geli)

Naik! Naik Tuan!

TUAN

Bagaimana Nyonya?

NYONYA

Naik, Tuan!

TUAN

Naik?

NYONYA

Naik lagi!

TUAN (Pegangan Tuan semakin naik)

NYONYA

Tuaaaaan! Aaa….mmmm!

TUAN

Bagaimana Nyonya? Naik lagi? Harganya jadi terlalu tinggi, Nyonya.

NYONYA

Naik, Tuan…..

TUAN (Pegangan Tuan semakin naik)

NYONYA (Berteriak tertahan dan panjang)

Tuuuuaaaaaaan…!

NYONYA-NYONYA YANG BERADA DI LUAR SEGERA SADAR DIRI

PARA PONAKAN (Berteriak keras sekali dan panjang karena marah dan kaget)

Tuuuuuuuuuaaaaaaaaaaaaaaaannnnn…..!

NYONYA DAN TUAN SEGERA SADAR BAHWA ADA ORANG LAIN DI TERAS. KEDUANYA TERSENAK DAN SALING BERUSAHA MELARIKAN DIRI. TAPI TIDAK TAHU HARU LARI KEMANA. AKHIRNYA MEREKA BERANGKULAN DAN SALING MELEPASKAN LAGI

TUAN

Nyonya!

NYONYA

Tuan!

KEDUANYA BERTABRAKAN DAN SALING BERANGKULAN

NYONYA

Tuan!

TUAN

Nyonya!

NYONYA-NYONYA YANG DILUAR MENGINTIP DAN TERCENGANG. MEREKA MARAH DAN MENGEJAR TUAN DAN NYONYA KE DALAM SAMBIL MENGHUNUS PISAU MASING-MASING

PONAKAN A

Tuan!

PONAKAN B

Tuan!

PONAKAN C

O, kau. Sialan! Ekornya. Ekornya.

ISTRI (Datang tergesa)

Suamiku, suamiku, suami, suami, suami…. (Tergeletak. Pingsan melihat Tuan berpelukan dengan Nyonya)

LAMPU PADAM

TAMAT

0 komentar »

Leave your response!